Di Indonesia bagian Timur, tepatnya di Papua, ada sebuah suku nan hasil ukirannya sangat unik dan terkenal di bagian Indonesia lainnya, termasuk bagian bumi di luar Indonesia. Suku nan dimaksud adalah suku Asmat nan merupakan bagian darikebudayaan suku Asmat .
Jumlah populasi suku Asmat nan berkisar 70.000 orang terbagi dalam dua populasi besar, yaitu mereka nan tinggal di pedalaman dan mereka nan tinggal di pesisir pantai. Cara hidup, ritual, kebiasaan, sistem sosial, dan dialek bahasa kedua populasi ini sangat berbeda. Suku Asmat nan tinggal di daerah pesisir pantai dibagi menjadi suku Bisman dan suku Simai.
Kebudayaan Suku Asmat - Kehidupan Sosial dan Ekonomi Suku Asmat
Suku Asmat ialah sebuah suku di papua. suku asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya nan unik. populasi suku asmat terbagi dua yaitu mereka nan tinggal di pesisir pantai dan mereka nan tinggal di bagian pedalaman. kedua populasi ini saling berbada satu sama lain dalam hal cara hidup,sturktur sosial dan ritual.populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi kedalam dua bagian yaitu suku bisman nan berada di antara sungai sinesty dan sungai nin serta suku simai.
Satu kampung diisi sekitar 35 jiwa sampai 2000 jiwa. Mereka tinggal di Rumah Bujang dan rumah keluarga. Rumah Bujang biasa dipakai buat kegiatan upacara adat atau upacara keagamaan. Adapun, rumah keluarga dihuni oleh beberapa keluarga dan digunakan buat aktivitas sehari-hari.
Sebelum mengenal bercocok tanam, kebudayaan suku Asmat berburu buat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hewan nan sering diburu ialah babi hutan. Mereka juga mengumpulkan makanan dengan cara mengambil tepung dari pohon sagu serta memancing.
Mereka mulai mengenal bercocok tanam ketika bersentuhan dengan orang-orang di luar sukunya. Mereka mulai menanam sayur-sayuran dan kacang-kacangan serta mereka juga mulai beternak. Alasan lain mereka mulai bercocok tanam dan beternak ialah keadaan hutan nan sudah banyak berubah sehingga mengganggu persediaan makanan atau hewan buruan mereka.
Karena sering kontak dengan masyarakat dari luar, suku Asmat mulai mengenal uang, nasi, dan ikan. Mereka mulai menggunakan baju dari kain layaknya orang dari luar Papua. Mereka juga sudah meninggalkan kanibalisme, yakni cara hayati nan mengkonsumsi sesama jenis (manusia). Orang nan mereka anggap musuh akan dibunuh dan bagian-bagian tubuhnya dikonsumsi bersama.
Kebudayaan Suku Asmat - Mengenal Budaya Suku Asmat
Orang-orang Asmat pandai membuat hiasan ukiran. Hebatnya, mereka membuat ukiran tanpa membuat sketsa terlebih dahulu. Ukiran-ukiran nan mereka untuk memiliki makna, yaitu persembahan dan ucapan terima kasih kepada nenek moyang. Bagi suku Asmat, mengukir bukan pekerjaan biasa. Mengukir ialah jalan bagi mereka buat berhubungan dengan para leluhur.
Ukiran patung suku Asmat berkaitan dengan kepercayaan mereka. Ukiran merupakan penghubung mereka nan saat ini masih hayati dengan leluhur. Mereka mempresentasikan roh-roh para leluhur ke dalam ukiran-ukiran di tiang kayu, tameng, atau perahu. Patung nan terkenal dan dianggap paling sakral ialah patung Bis (bioskokombi).
Kini, pembuatan patung dan ukiran lainnya bagi suku Asmat bukan hanya bernilai sakral, tetapi bernilai hemat juga. Patung ini banyak diminati oleh para kolektor, baik dalam negeri maupun dari luar negeri.
Selain ukiran, suku Asmat mempunyai Norma merias paras dan tubuhnya dengan berbagai warna. Warna-warna nan dipakai biasanya warna-warna alami sebab bahannya pun dari alam. Misalnya, buat rona merah diambil dari tanah merah, buat rona hitam diambil dari arang kayu, dan buat rona putih diambil dari kulit kerang nan dihaluskan.
Untuk rona merah, mereka dapatkan dari tanah merah nan banyak di sekitar mereka. Rona putih mereka dapatkan dari kulit kerang nan sebelumnya ditumbuk sampai halus. Dan, rona hitam, mereka dapatkan dari arang kayu, nan juga ditumbuk sampai halus. Selain budaya, penduduk kampung syuru juga amat piawai membuat ukiran seperti suku Asmat umumnya.
Orang-orang suku Asmat percaya bahwa roh orang nan sudah meninggal bisa menyebabkan bala bagi orang nan masih hidup, menyebabkan peperangan, juga menyebarkan penyakit. Untuk menghindari hal tersebut, orang-orang suku Asmat akan membuat patung dan menyelenggarakan berbagai macam pesta. Di antaranya ialah pesta Bis, pesta Perah, pesta Ulat Sagu, dan pesta Topeng.
Ukiran bagi kebudayaan suku Asmat dapat menjadi penghubung antara kehidupan masa kini dengan kehidupan leluhur. di setiap ukiran bersemayam gambaran dan penghargaan atas nenek moyang mereka nan sarat dengan kebesaran suku Asmat.
Patung dan ukiran umumnya mereka untuk tanpa sketsa. Bagi suku Asmat kala menukir patung ialah saat di mana mereka berkomunikasi dengan leluhur yag ada di alam lain. itu dimungkinkan sebab mereka mengenal tiga konsep dunia, yaitu Amat ow capinmi (alam kehidupan sekarang), Dampu ow campinmi (alam pesinggahan roh nan sudah meninggal), dan Safar (surga).
Konon patung Bis ialah bentuk patung nan paling sakral. Namun kini membuat patung bagi kebudayaan suku Asmat tak sekadar memenuhi panggilan tradisi. Sebab hasil ukiran itu juga mereka jual kepada orang asing di saat pesta ukiran. mereka tahu hasil ukiran tangan dihargai tinggi antara Rp. 100 ribu hingga jutaan rupiah diluar Papua.
Kebudayaan Suku Asmat - Adat-Istiadat Suku Asmat
Secara umum, kondisi fisik anggota masyarakat kebudayaan suku Asmat, berperawakan tegap, hidung mancung dengan rona kulit dan rambut hitam serta kelopak matanya bulat. Disamping itu, suku Asmat termasuk ke dalam suku Polonesia, nan juga terdapat di New Zealand, Papua Nugini.
Dalam kehidupannya, suku Asmat memiliki 2 jabatan kepemimpinan, yaitu kepemimpinan nan berasal dari unsur pemerintah dan kepala adat atau kepala suku nan berasal dari masyarakat. Sebagaimana lainnya, kepala adat atau kepala suku dari suku Asmat sangat berpengaruh dan berperan aktif dalam menjalankan tata pemerintahan nan berlaku di lingkungan ini.
Segala kegiatan dalam kebudayaan suku Asmat selalu didahului oleh acara adat nan sifatnya tradisional, sehingga dalam melaksanakan kegiatan nan sifatnya resmi, diperlukan kerjasama antara kedua pimpinan buat memperlancar proses tersebut.
Bila kepala suku telah mendekati ajalnya, maka jabatan kepala suku tak diwariskan ke generasi berikutnya, tetapi dipilih dari orang nan berasal dari fain , atau marga tertua di lingkungan tersebut atau dipilih dari seorang pahlawan nan sukses dalam peperangan. Sebelum para misionaris pembawa ajaran agama datang ke wilayah ini, masyarakat suku Asmat menganut Animissme. Dan kini, masyarakat suku ini telah menganut berbagai macam agama, seperti Protestan, Khatolik bahkan Islam.
Dalam menjalankan proses kehidupannya, masyarakat dalam kebudayaan suku Asmat menjalankannya melalui berbagai proses, sebagai berikut:
Kehamilan
Selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik agar bisa lahir dengan selamat dengan donasi ibu kandung alau ibu mertua. Generasi penerus akan didik berdasarkan adat-istiadat nan berlaku dalam kebudayaan suku Asmat .
Kelahiran
Kebudayaan suku Asmat dalam proses kelahiran, tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan upacara selamatan secara sederhana dengan acara mutilasi tali pusar nan menggunakan Sembilu, alat nan terbuat dari bambu nan dilanjarkan. Selanjutnya, diberi ASI sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.
Pernikahan
Proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita nan telah berusia 17 tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian buat membeli wanita dengan mas kawinnya piring kuno nan berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal bahtera Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga bahtera Johnson, maka pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
Dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, baik kaum pria maupun wanita melakukannya di ladang atau kebun, disaat prianya pulang dari berburu dan wanitanya sedang berkerja di ladang. Selanjutnya, ada peristiwa nan unik lainnya dimana anak babi disusui oleh wanita suku ini hingga berumur 5 tahun.
Kematian
Bila kepala suku atau kepala adat nan meninggal, maka jasadnya disimpan dalam bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan mutilasi ruas jari tangan dari anggota keluarga nan ditinggalkan.
Masyarakat dalam kebudayaan suku Asmat melakukan kegiatan bercocok tanam di ladang, dengan jenis tanamannya wortel, matoa, jeruk, jagung, ubi jalar dan keladi juga beternak ayam, babi. Demikian menariknya adat istiadat suku ini, sehingga perlu dilestarikan. Disamping itu juga, bisa digunakan sebagai obyek pariwisata buat mendapatkan devisa bagi negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar