Rabu, 16 Maret 2016

Sejarah dan Kebudayaan Suku Tidung

Suku Tidung Merupakan suku yang tanah asalnya berada di bagian utara kalimantan timur. Suku ini juga merupakan anak negeri di Sabah, jadi merupakan suku bangsa yang terdapat di indonesia maupun malaysia (negeri Sabah). Suku Tidung semula memiliki kerajaan yang disebut Kerajaan Tidung. Tetapi akhirnya punah karena adanya politik adu domba oleh pihak Belanda.
Bahasa Tidung
Bahasa Tidung dialek Tarakan merupakan bahasa Tidung yang pertengahan karena dipahami oleh semua warga suku Tidung. Beberapa kata bahasa Tidung masih memiliki kesamaan dengan bahasa Kalimantan lainnya. Kemungkinan suku Tidung masih berkerabat dengan suku Dayak rumpun Murut (suku-suku Dayak yang ada di Sabah). Karena suku Tidung beragama Islam dan mengembangkan kerajaan Islam sehingga tidak dianggap sebagai suku Dayak, tetapi dikategorikan suku yang berbudaya Melayu (hukum adat Melayu) seperti suku Banjar, suku Kutai, dan suku Pasir.
Adat Istiadat
https://selumit.files.wordpress.com/2011/10/rumah-adt-fb-copy.jpg
Suku Dayak Tidung diyakini sebagai salah satu dari 406 Suku Dayak yang tersebar di Pulau Kalimantan. Penggunaan kata "Dayak" pada suku tersebut berangsur hilang sehingga kini lebih akrab dengan nama Suku Tidung. Kalimantan Utara merupakan tanah asal dari suku ini, meliputi Kota Tarakan, Kab.Malinau, Kab. Bulungan, Kab. Nunukan, Kab. Tana Tidung, Kab. Berau dan Kab.Kutai Kartanegara. Keberadaan Suku Tidung pun menyebar hingga ke beberapa daerah di Malaysia seperti Kota Tawau, Kota Sandakan dan Kota Lahad Datu.

Mulanya Suku Tidung berdiri sebagai Kerajaan Tidung pada 1076, namun akhirnya punah karena adanya politik adu domba oleh pihak Belanda. Mayoritas Suku Tidung beragama Islam sehingga lebih dikategorikan sebagai suku yang berhukum adat Melayu, seperti Suku Banjar, Suku Kutai dan Suku Pasir.

Salah satu pusaka budaya yang dimiliki Tidung adalah rumah adat yang disebut Rumah Baloy. Bentuk Rumah Baloy lebih modern karena hasil pengembangan arsitektur Rumah Panjang (Rumah Betang). Rumah dibangun menghadap ke utara, namun pintu utamanya melawan arah menghadap keselatan. Seluruh badan rumah dibuat menggunakan kayu ulin, kayu dari Kalimantan yang sangat kuat dan tahan terhadap suhu, kelembaban serta air laut.

Ruangan pada Rumah Baloy sering disebut ambir. Terdapat empat ambir pada satu rumah yang digunakan untuk fungsi yang berbeda-beda, yaitu: alat kait atau ambir kiri untuk menerima pengaduan masalah adat atau perkara lain, lamin bantong atauambir tengah untuk memutuskan perkara hasil sidang, ulat kemagot atau ambir kanan sebagai tempat beristirahat setelah berdamai, dan lambir dalom sebagai singgasana Kepala Adat tidung.

Bagian belakang Rumah Baloy tidak dibiarkan kosong, dibuatlah kolam besar dan sebuah bangunan di tengah-tengahnya yang disebut lubung kilong. Bangunan digunakan untuk menampilkan kesenian Suku Tidung, seperti tari japen. Tidak jauh dari lubung kilong didirikan lagi satu bangunan besar yang digunakan untuk acara pelantikan, bangunan ini disebut lubung intamu.

Anda bisa mengunjungi Rumah Baloy di daerah Juwata, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara. Rumah ini dibangun pada 4 April 2004 dan diresmikan oleh Yurnalis Ngayoh, Gubernur Kalimantan Timur, karena ketika itu Provinsi Kalimantan Utara masih menjadi bagian dari Kalimantan Timur. Baloy Mayo Djamaloel Qiram sebutannya, dibangun di atas lahan seluas 2,5 ha dari dana pribadi Kepala Adat Besar Dayak Tidung, Mochtar Basry Idris.

Pengunjung tidak akan ketinggalan informasi karena disediakan pemandu yang akan member penjelasan mengenai Rumah Baloy dan Suku Tidung. Selain bangunan utama dan bangunan di tengah kolam, Anda juga dapat melihat 11 bangunan lain di sekitar rumah adat. Hampirilah perahu tradisional Suku Tidung yang ditambatkan di kolam untuk mengabadikan gambarnya, dan jangan lewatkan membeli souvenir khas Tidung yang disediakan di Rumah Baloy ini.

Tari Jepin, Kesenian Suku Tidung

Menurut budayawan Tidung, Datuk Noerbeck, Tari Jepin berasal dari pengaruh budaya Arab Zapin yang masuk ke Indonesia. Budaya tersebut kemudian beradaptasi dengan budaya lokal suku Tidung. 
Tari Jepin ternyata tidak hanya menjadi milik Indonesia khususnya Kalimantan Timur. Dan lagi-lagi yang mengklaim aset budaya Indonesia tersebut adalah Malaysia. Namun, budayawan Tidung menilai wajar jika Negeri Jiran turut mengklaim tari Jepin sebagai budaya asli mereka. 
Di Malaysia, suku Tidung juga tersebar di sejumlah wilayah seperti Sabah dan Tawau. Karenanya, jika Malaysia mengklaim Tari Jepin dinilai wajar. Selain itu, Tari Jepin diperkirakan tersebar dibeberapa negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Brunai Darusalam, Philipina. 
Musik dan gerak dasar Tari Jepin hampir memiliki kesamaan namun cerita dalam tari tersebut berbeda. Seperti yang telah Datuk Noerbeckk ciptakan yaitu Tari Jepin Untun Belanay dan Suara Siam. Rencananya, kedua judul tari tersebut akan di patenkan bersama beberapa kesenian Tidung lainnya seperti Hadrah Tidung dan sejumlah ritual yang menggunakan alat musik khususnya Lintangan, Dul Muluk atau pertunjukan drama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar